Selasa, 13 Juni 2017

hv

google-site-verification: google7785cb9d69872723.html

Bentangalam Gunungapi


Pembentukan bentangalam gunungapi sepenuhnya dikendalikan oleh proses proses geologi (gaya endogenik) sejak saat pembentukannya hingga setelah gunungapi tersebut terbentuk. Dengan demikian, bentuk bentuk dan jenis bentangalam gunungapi akan diicirikan oleh material yang membentuk gunungapi tersebut, dimana sebaliknya tergantung pada tingkah laku erupsi gunungapinya. Meskipun proses-proses yang terjadi setelahnya dapat merubah bentuk bentuk bentangalam aslinya. Berikut ini diuraikan bagaimana bentuk bentuk bentangalam gunungapi terbentuk dan beberapa kasus tentang perubahan bentangalam gunungapi setelah terbentuk.
1. Morfologi Gunungapi Perisai (Shield Volcanoes)
  •  Gunungapi perisai dicirikan oleh kelerengan yang landai, kurang lebih 50 – 100.
  • Gunungapi perisai sebagian besar tersusun dari aliran lava yang relative tipis yang terbentuk disekeliling pusat erupsi.
  • Hampir semua perisai terbentuk oleh magma yang berviskositas rendah yang memungkinkan mengalir dengan mudah kearah kaki lereng dari sumbernya.
  • Magma berviskositas rendah memungkinkan lava bergerak kearah kaki lereng, tetapi saat mendingin viskositasnya akan meningkat sehingga akan menyebabkan lereng bagian bawah menjadi lebih curam.
  • Pada peta kebanyakan gunungapi perisai berbentuk oval atau melingkar.
  • Pada gunungapi perisai, material piroklastik jarang dijumpai dan apabila ada hanya tersebar disekitar lubang erupsi yang terbetuk ketika terjadi erupsi.
  • Dengan demikian, gunungapi perisai merupakan gunungapi yang bersifat non-explosive.

Gambar 1. Penampang melintang Gunungapi Perisai


Gambar 2  Morfologi Gunungapi Perisai

2. Morfologi Kerucut Gunungapi Strato (Stratovolcanoes)
  •  Kemiringan lerengnya lebih besar dibandingkan dengan gunungapi perisai, dengan sudut lereng berkisar antara 60 – 100 di bagian kaki dan kearah puncak mencapai sudut lerengnya mencapai 300.
  • Keterjalan lereng yang berada dekat puncak disebabkan aliran lava yang viskositasnya rendah tidak dapat mengalir lebih jauh kearah kaki lereng.
  •  Kelerengan yang rendah di kaki gunungapi dikarenakan akumulasi material hasil erosi dari gunungapi dan akumulasi material piroklastik
  •  Gunungapi strato umumnya tersusun dari perselingan lava dan material piroklastik
  •  Gunungapi strato umumnya bersifat eksplosif dibandingkan dengan gunungapi perisai dikarenakan sifat magmanya yang viskositasnya lebih tinggi.

Gambar 3. Penampang melintang Gunungapi Strato

Gambar 4. Morfologi Gunungapi Strato

3. Morfologi Kerucut Cinder (Cinder Cones)
  • Kerucut Cinder adalah kerucut gunungapi yang volumenya kecil didominasi oleh tephra hasil erupsi Stromboli. Umumnya bersusunan material basaltis – andesitic.
  •  Merupakan endapan hasil jatuhan material erupsi disekitar lubang kepundan.
  •  Kelerengan kerucut gunungapi dikontrol oleh sudut kestabilan dari material yang bersifat lepas, umumnya berkisar antara 250 – 350.
  • Tersusun dari perselingan lapisan piroklastik dengan ukuran yang berbeda beda yang disebabkan oleh intensitas tingkat letusan yang berbeda.
  •  Apabila aliran lava diemisikan dari kerucut tepehra, seringkali diemisikan dari lubang kepundan atau dekat dasar kerucut selama tahap erupsi selanjutnya.
  •  Kerucut cinder umumnya terbentuk disekitar lubang kepundan dan badan gunungapi strato.
  • Kerucut cinder seringkali terbentuk dalam kelompok, dimana puluhan hingga ratusan kerucut dapat dijumpai di satu tempat.


Gambar 5. Penampang melintang Kerucut Cinder

Gambar 6. Morfologi Kerucut Cinder

4. Morfologi Kawah Maar.
  •  Morfologi Maar adalah bentangalam berelief rendah dan luas dari suatu kawah gunungapi hasil erupsi preatik atau preatomagmatik, letusannya disebabkan oleh air bawah tanah yang kontak dengan magma. Ciri dari morfologi Maar umumnya diisi oleh air membentuk suatu danau kawah yang dangkal.
  • Bagian dari diding kawah seringkali runtuh kedalam kawah, lubang kawah terisi material lepas dan apabila kawah masih lebih dalam dibandingkan dengan muka air tanah, maka kawah akan terisi air membentuk suatu danau dengan ketinggian air setinggi muka air tanahnya.
Gambar 7. Penampang melintang Maar

Gambar 8. Morfologi Kawah Maar

5. Morfologi Kubah Gunungapi (Volcanic Domes) / Sumbat Lava (Lava Plug)
  • Kubah gunungapi merupakan hasil ekstrusi lava yang berkomposisi rhyolitic atau andesitic dengan viskositas tinggi dan kandungan gas yang kecil. Selama viskositasnya tinggi maka lava tidak dapat mengalir jauh dari lubang kepundannya, sebaliknya akan naik membentuk tiang diatas lubang kepundan.
  •  Permukaan kubah gunungapi umumnya sangat kasar dengan sejumlah spines yang mengalami tekanan oleh magma yang berada dibawahnya.
Gambar 9. Penampang Kubah Gunungapi

Gambar 10. Morfologi Kubah Lava Gunungapi

6. Morfologi Kawah dan Kaldera (Craters and Calderas landforms)
  • Kawah adalah cekungan yang berbentuk melingkar, umumnya berdiameter kurang dari 1 km dan terbentuk sebagai hasil eksplosi ketika melepaskan gas atau tephra.
  • Kaldera adalah cekungan berbentuk melingkar dengan luas berkisar aantara 1 – 50 km. Kaldera terbentuk sebagai hasil runtuhnya struktur badan gunungapi. Hasil runtuhannya masuk kedalam ruangan magma.
  •  Kaldera seringkali berupa cekungan yang tertutup sehingga mampu menampung air hujan sehingga seringkali membentuk danau didalam kaldera.


Gambar 11. Morfologi Kaldera

7. Morfologi Plateau Basalt
  • Plateau basalt adalah aliran magma basaltic yang sangat encer dengan viskositas rendah yang keluar dari lubang kepundan yang berbentuk linear. Lava basalt mengalir tersebar kearea yang luas dengan kelerengan yang landai membentuk suatu plateau.
  • Contoh plateau basalt yang sangat terkenal adalah yang terjadi di Iceland pada tahun 1783, dimana lava basalt keluar dari rekahan fiisure sepanjang 32 km dan menutupi area seluas 588 km2 dengan 12 km3 lava.

Gambar 12. Morfologi Plateau Basalt

8. Morfologi Jenjang Gunungapi (Volcanic-neck Landforms)
Morfologi Jenjang Gunungapi adalah bentangalam yang berbentuk bukit yang menyerupai leher atau tiang merupakan sisa dari proses denudasi suatu gunungapi.

Gambar 13. Morfologi Jenjang Gunungapi

9. Morfologi Perbukitan Sisa Gunungapi (Volcanic Remnant Landforms)
Morfologi perbukitan sisa gunungapi (volcanic remnant) adalah bentangalam yang berbentuk perbukitan/bukit yang merupakan sisa-sisa dari suatu gunungapi yang telah mengalami proses denudasi.

Gambar 14.  Morfologi Sisa Gunungapi (Volcanic remnant)

10. Morfologi Aliran Lava
Morfologi Aliran Lava adalah suatu bentuk bentangalam yang berbentuk datar yang terjadi oleh proses pengendapan aliran lava yang keluar dari erupsi suatu gunungapi.

11. Morfologi Punggungan Aliran Piroklastik / Lahar
Morfologi Punggungan/bukit aliran piroklastik/lahar adalah suatu bentuk bentangalam yang berupa punggungan atau bukit yang terjadi oleh proses pengendapan aliran piroklastik/lahar produk gunungapi.

Gambar 15. Morfologi Aliran Lava

Gambar 16. Morfologi Punggungan Aliran Piroklastik

12. Morfologi Dataran / Kipas Aliran Lava
Morfologi dataran/kipas aliran lava adalah suatu bentuk bentangalam dataran atau menyerupai kipas merupakan hasil pengendapan aliran lava yang keluar dari erupsi suatu gunungapi.


Gambar 17. Morfologi Dataran Aliran Lava

13. Morfologi Dataran / Kipas Aliran Piroklastik
Morfologi dataran/kipas aliran piroklastik adalah suatu bentuk bentangalam dataran atau menyerupai kipas merupakan hasil pengendapan material piroklastik.

15. Morfologi Dataran Antara Gunungapi
Morfologi dataran antara gunungapi adalah suatu bentuk bentangalam dataran yang berada diantara kumpulan gunungapi.

Gambar 18. Morfologi Dataran Antara Gunungapi



Sumber :
 Djauhari Noor,2012.Pengantar Geologi edisi Kedua, Bogor:Pakuan University Pres 

SKALA WAKTU GEOLOGI

Pada dasarnya bumi secara konstan berubah dan tidak ada satupun yang terdapat diatas permukaan bumi yang benar-benar bersifat permanen. Bebatuan yang berada diatas bukit mungkin dahulunya berasal dari bawah laut. Oleh karena itu untuk mempelajari bumi maka dimensi “waktu” menjadi sangat penting, dengan demikian mempelajari sejarah bumi juga menjadi hal yang sangat penting pula. Ketika kita berbicara tentang catatan sejarah manusia, maka biasanya ukuran waktunya dihitung dalam tahun, atau abad atau bahkan puluhan abad, akan tetapi apabila kita berbicara tentang sejarah bumi, maka ukuran waktu dihitung dalam jutaan tahun atau milyaran tahun. Waktu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Catatan waktu biasanya disimpan dalam suatu penanggalan (kalender) yang pengukurannya didasarkan atas peredaran bumi di alam semesta. Sekali bumi berputar pada sumbunya (satu kali rotasi) dikenal dengan satu hari, dan setiap sekali bumi mengelilingi Matahari dikenal dengan satu tahun.Sama halnya dengan perhitungan waktu dalam kehidupan manusia, maka dalam mempelajari sejarah bumi juga dipakai suatu jenis penanggalan, yang dikenal dengan nama “Skala Waktu Geologi”.
Skala Waktu Geologi berbeda dengan penanggalan yang kita kenal sehari-hari. Skala waktu geologi dapat diumpamakan sebagai sebuah buku yang tersusun dari halaman-halaman, dimana setiap halaman dari buku tersebut diwakili oleh batuan. Beberapa halaman dari buku tersebut kadang kala hilang dan halaman buku tersebut tidak diberi nomor, namun demikian kita masih dapat membaca buku tersebut karena ilmu geologi menyediakan alat kepada kita untuk membantu membaca buku tersebut. Terdapat 2 skala waktu yang dipakai untuk mengukur dan menentukan umur Bumi. Pertama, adalah Skala Waktu Relatif, yaitu skala waktu yang ditentukan berdasarkan atas urutan perlapisan batuan-batuan serta evolusi kehidupan organisme dimasa yang lalu; Kedua adalah Skala Waktu Absolut (Radiometrik), yaitu suatu skala waktu geologi yang ditentukan berdasarkan pelarikan radioaktif dari unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bebatuan. Skala relatif terbentuk atas dasar peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam perkembangan ilmu geologi itu sendiri, sedangkan skala radiometri (absolut) berkembang belakangan dan berasal dari ilmu pengetahuan fisika yang diterapkan untuk menjawab permasalahan permasalahan yang timbul dalam bidang geologi.
  1. Skala Waktu Relatif
Sudah sejak lama sebelum para ahli geologi dapat menentukan umur bebatuan berdasarkan angka seperti saat ini, mereka mengembangkan skala waktu geologi secara relatif. Skala waktu relatif dikembangkan pertama kalinya di Eropa sejak abad ke 18 hingga abad ke 19. Berdasarkan skala waktu relatif, sejarah bumi dikelompokkan menjadi Eon (Masa) yang terbagi menjadi Era (Kurun), Era dibagi-bagi kedalam Period (Zaman), dan Zaman dibagi bagi menjadi Epoch (Kala). Nama-nama seperti Paleozoikum atau Kenozoikum tidak hanya sekedar kata yang tidak memiliki arti, akan tetapi bagi para ahli geologi, kata tersebut mempunyai arti tertentu dan dipakai sebagai kunci dalam membaca skala waktu geologi. Sebagai contoh, kata Zoikum merujuk pada kehidupan binatang dan kata “Paleo” yang berarti purba, maka arti kata Paleozoikum adalah merujuk pada kehidupan binatang-binatang purba, “Meso” yang mempunyai arti tengah/pertengahan, dan “Keno” yang berarti sekarang. Sehingga urutan relatif dari ketiga kurun tersebut adalah sebagai berikut: Paleozoikum, kemudian Mesozoikum, dan kemudian disusul dengan Kenozoikum. Sebagaimana diketahui bahwa fosil adalah sisa-sisa organisme yang masih dapat dikenali, seperti tulang, cangkang, atau daun atau bukti lainnya seperti jejak-jejak (track), lubang-lubang (burrow) atau kesan daripada kehidupan masa lalu diatas bumi. Para ahli kebumian yang khusus mempelajari tentang fosil dikenal sebagai Paleontolog, yaitu seseorang yang mempelajari bentuk-bentuk kehidupan purba.
Fosil dipakai sebagai dasar dari skala waktu geologi. Nama-nama dari semua Eon (Kurun) dan Era (Masa) diakhiri dengan kata zoikum, hal ini karena kisaran waktu tersebut sering kali dikenal atas dasar kehidupan binatangnya. Batuan yang terbentuk selama Masa Proterozoikum kemungkinan mengandung fosil dari organisme yang sederhana, seperti bacteria dan algae. Batuan yang terbentuk selama Masa Fanerozoikum kemungkinan mengandung fosil fosil dari binatang yang komplek dan tanaman seperti dinosaurus dan mamalia. Pada tabel 4.2.1 diperlihatkan kemunculan dan kepunahan dari berbagai jenis binatang dan tumbuhan sepanjang 650 juta tahun yang lalu dalam skala waktu geologi.
  
Tabel 1. Peristiwa Kemunculan dan Kepunahan Berbagai Jenis Organisme (Fauna Dan Flora) pada Skala Waktu Geologi Sepanjang 650 Juta Tahun Lalu Hingga Saat ini

Sumber: Buku Pengantar Geologi,Djauhari Noor
  1. Skala Waktu Absolut (Radiometrik)
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa skala waktu relatif didasarkan atas kehidupan masa lalu (fosil). Bagaimana kita dapat menempatkan waktu absolut (radiometrik) kedalam skala waktu relatif dan bagaimana pula para ahli geologi dapat mengetahui bahwa:
1.      Bumi itu telah berumur sekitar 4,6 milyar tahun
2.      Fosil yang tertua yang diketahui berasal dari batuan yang diendapkan kurang lebih 3,5 milyar tahun lalu.
3.      Fosil yang memiliki cangkang dengan jumlah yang berlimpah diketahui bahwa pertama kali muncul pada batuan-batuan yang berumur 570 juta tahun yang lalu.
4.      Umur gunung es yang terahkir terbentuk adalah 10.000 tahun yang lalu.
Para ahli geologi abad ke19 dan para paleontolog percaya bahwa umur Bumi cukup tua, dan mereka menentukannya dengan cara penafsiran. Penentuan umur batuan dalam ribuan, jutaan atau milyaran tahun dapat dimungkinkan setelah diketemukan unsur radioaktif. Saat ini kita dapat menggunakan mineral yang secara alamiah mengandung unsur radioaktif dan dapat dipakai untuk menghitung umur secara absolut dalam ukuran tahun dari suatu batuan.

  
Tabel 2 Skala Waktu Geologi Relatif


Sebagaimana kita ketahui bahwa bagian terkecil dari setiap unsur kimia adalah atom. Suatu atom tersusun dari satu inti atom yang terdiri dari proton dan neutron yang dikelilingi oleh suatu kabut elektron. Isotop dari suatu unsur atom dibedakan dengan lainnya hanya dari jumlah neutron pada inti atomnya. Sebagai contoh, atom radioaktif dari unsur potassium memiliki 19 proton dan 21 neutron pada inti atomnya (potassium 40); atom potassium lainnya memiliki 19 proton dan 20 atau 22 neutron (potassium 39 danSebagaimana kita ketahui bahwa bagian terkecil dari setiap unsur kimia adalah atom. Suatu atom tersusun dari satu inti atom yang terdiri dari proton dan neutron yang dikelilingi oleh suatu kabut elektron. Isotop dari suatu unsur atom dibedakan dengan lainnya hanya dari jumlah neutron pada inti atomnya. Sebagai contoh, atom radioaktif dari unsur potassium memiliki 19 proton dan 21 neutron pada inti atomnya (potassium 40); atom potassium lainnya memiliki 19 proton dan 20 atau 22 neutron (potassium 39 dan potassium 41). Isotop radioaktif (the parent) dari satu unsur kimia secara alamiah akan berubah menjadi isotop yang stabil (the daughter) dari unsur kimia lainnya melalui pertukaran di dalam inti atomnya.
Perubahan dari “Parent” ke “Daughter” terjadi pada kecepatan yang konstan dan dikenal dengan “Waktu Paruh” (Half-life). Waktu paruh dari suatu isotop radioaktif adalah lamanya waktu yang diperlukan oleh suatu isotop radiokatif berubah menjadi ½ nya dari atom Parent-nya melalui proses peluruhan menjadi atom Daughter. Setiap isotop radiokatif memiliki waktu paruh (half life) tertentu dan bersifat unik. Hasil pengukuran di laboratorium dengan ketelitian yang sangat tinggi menunjukkan bahwa sisa hasil peluruhan dari sejumlah atom-atom parent dan atom-atom daughter yang dihasilkan dapat dipakai untuk menentukan umur suatu batuan.



Referensi

 Djauhari Noor,2012.Pengantar Geologi edisi Kedua, Bogor:Pakuan University Pres 

Minggu, 11 Juni 2017

Mengenal Geologi



Geologi adalah suatu bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian yang mempelajari segala sesuatu mengenai planet Bumi beserta isinya yang pernah ada. Merupakan kelompok ilmu yang membahas tentang sifat-sifat dan bahan-bahan yang membentuk bumi, struktur, proses-proses yang bekerja baik didalam maupun diatas permukaan bumi, kedudukannya di Alam Semesta serta sejarah perkembangannya sejak bumi ini lahir di alam semesta hingga sekarang. Geologi dapat digolongkan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang komplek, mempunyai pembahasan materi yang beraneka ragam namun juga merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan yang menarik untuk dipelajari. Ilmu ini mempelajari dari benda-benda sekecil atom hingga ukuran benua, samudra, cekungan dan rangkaian pegunungan.
Hampir semua kebutuhan kita sehari-hari diperoleh dari bumi mulai dari perhiasan, perlengkapan rumah tangga, alat transportasi hingga ke bahan energinya, seperti minyak dan gas bumi serta batubara. Dan hampir setiap bentuk kegiatan manusia akan berhubungan dengan bumi, baik itu berupa pembangunan teknik sipil seperti bendungan, jembatan, gedung-gedung bertingkat yang dibangun diatas permukaan bumi, maupun untuk memenuhi kebutuhannya seperti bahan-bahan tambang maupun energi seperti migas dan batubara, yang harus digali dan diambil dari dalam bumi. Kaitannya yang sangat erat dengan bidang-bidang kerekayasaan tersebut seperti Teknik Sipil, Pertambangan, Pengembangan Wilayah dan Tata Kota serta Lingkungan, menyebabkan ilmu ini semakin banyak dipelajari, tidak saja oleh mereka yang akan memperdalam bidang geologi sebagai profesinya, tetapi juga bagi lainnya yang bidang profesinya mempunyai kaitan yang erat dengan bumi.
Seorang ahli geologi mempunyai tugas disamping melakukan penelitian-penelitian untuk mengungkapkan misteri yang masih menyelimuti proses-proses yang berhubungan dengan bahan-bahan yang membentuk bumi, gerak-gerak dan perubahan yang terjadi seperti gempa-bumi dan meletusnya gunungapi, juga mencari dan mencoba menemukan bahan-bahan yang kita butuhkan yang diambil dari dalam bumi seperti bahan tambang dan minyak dan gas bumi. Dengan semakin berkembangnya penghuni bumi, dimana sebelumnya pemilihan wilayah pemukiman bukan merupakan masalah, sekarang ini pengembangan wilayah harus memperhatikan dukungan terhadap lingkungan yang ditentukan oleh faktor-faktor geologi agar pembangunannya tidak merusak keseimbangan alam. Karena itu tugas seorang ahli geologi disamping apa yang diuraikan diatas, juga mempelajari sifat-sifat bencana alam, seperti banjir, longsor, gempa-bumi dll; meramalkan dan bagaimana cara menghindarinya.
Karena luasnya bidang-bidang yang dicakup, maka Geologi lazimnya dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu Geologi Fisik dan Geologi Dinamis. Geologi Fisik atau Physical Geology, adalah suatu studi yang mengkhususkan mempelajari sifat-sifat fisik dari bumi, seperti susunan dan komposisi dari pada bahan-bahan yang membentuk bumi, selaput udara yang mengitari bumi, khususnya bagian yang melekat dan berinteraksi dengan bumi, kemudian selaput air atau hidrosfir, serta proses-proses yang bekerja diatas permukaan bumi yang dipicu oleh energi Matahari dan tarikan gayaberat bumi. Proses-proses yang dimaksud itu, dapat dijabarkan sebagai pelapukan, pengikisan, pemindahan dan pengendapan.
Dalam skema dibawah ini diperlihatkan hubungan yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi antara Litosfir yang merupakan bagian paling luar dari Bumi yang bersifat padat, dengan Atmosfir (udara) dan Hidrosfir (selaput air), yang kemudian menciptakan Biosfir yang merupakan bagian dari Bumi dimana terdapat interaksi antara ketiganya dan kehidupan di Bumi. Interaksi ini menyebabkan sifat bumi yang dinamis. Kedalam Biosfir itu termasuk semua jenis kehidupan yang ada di Bumi. Dan semuanya itu terkumpul dalam lapisan atau zona yang dimulai dari dasar samudra keatas dan menembus hingga beberapa kilometer kedalam Atmosfir. Kemudian tepat dibawah Atmosfir dan samudra terdapat bagian yang keras dari bumi yang disebut Litosfir.

Gambar  Interaksi antara Litosfir, Hidrosfir, Biosfir dan Atmosfir
Disisi lain, Geologi Dinamis adalah bagian dari Ilmu Geologi yang mempelajari dan membahas tentang sifat-sifat dinamika bumi. Sisi ini berhubungan dengan perubahan-perubahan pada bagian bumi yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang dipicu oleh energi yang bersumber dari dalam bumi, seperti kegiatan magma yang menghasilkan vulkanisma, gerak-gerak litosfir akibat adanya arus konveksi, gempabumi dan gerak-gerak pembentukan cekungan pengendapan dan pegunungan. Dalam perioda abad ke 20, bagian dari ilmu geologi ini dapat dikatakan sedang berada dalam puncak perkembangannya yang semakin mempesona bagi para pakar ilmu kebumian, yaitu dengan dicetuskannya Konsep Tektonik Global Yang Baru (The New Global Tectonic) dengan Teori Tektonik Lempengnya. Teori ini telah menimbulkan suatu revolusi dalam pemikiran-pemikirannya dan telah banyak mempengaruhi cabang-cabang lainnya dari ilmu geologi seperti petrologi, stratigrafi, geologi struktur, tektonik serta implikasinya terhadap pembentukan cebakan mineral, minyak bumi dan sebagainya.


Referensi

 Djauhari Noor,2012.Pengantar Geologi edisi Kedua, Bogor:Pakuan University Pres



hv

google-site-verification: google7785cb9d69872723.html